Anger Management
Hari itu adalah saat yang paling membuat hati saya
kesal. Bagaimana tidak, secara sepihak
seseorang telah menuduh saya melakukan sesuatu tanpa sedikitpun melakukan
konfirmasi akan kebenarannya. Sedih,
marah dan kecewa bercampur menjadi satu atas fitnah itu. Awalnya ketika mendengarnya, saya berpikir
bahwa mungkin orang tersebut tidak mengerti.
Namun, ketika dia sudah mengumbarnya kepada orang banyak, wajar rasanya
kalau saya bereaksi keras!. Marah dan
protes itu yang saya lakukan sebagai wujud reaksi terhadap masalah
tersebut.
Sebagai seseorang yang “ekspresif” biasanya saya memang tidak
mampu menyimpan apapun yang saya rasakan.
Kemarahan dan kekesalan saya lampiaskan melalui “update status” di media social.
Saat itu saya menulis “Istighfar
dan berwudhu – Kiat menahan amarah”.
Saya ingin agar orang lain tahu apa yang saya rasakan dan bagaimana saya
menyikapinya. Alhasil, beberapa teman
merespon status yang saya tuliskan tersebut.
Ada yang mendukung, ada yang menasihati dan ada pula yang ingin tahu
lebih dalam terkait status yang saya tuliskan.
Saya merasa beruntung, karena memiliki
teman-teman yang luar biasa. Dengan mereka
merespon status saja, saya sudah
merasa sangat diperhatikan. Terlebih
lagi, mereka juga menyampaikan simpati dan saran bagaimana menyikapinya setelah
mereka mengetahui permasalahan yang saya hadapi. Perhatian teman-teman, membuat saya teringat
pada suatu film yang berjudul “Anger
Management”. Dalam film itu
diceritakan bagaimana si tokoh utama dirundung berbagai masalah yang membuatnya
“naik darah” alias marah. Sang tokoh utama dikondisikan pada suatu
keadaan, sehingga seolah-olah dia harus ikut dalam kelas “terapi” untuk
mengatasi amarah. Berkat dukungan para
sahabat-sahabatnya sang tokoh utama akhirnya berhasil mengelola kemarahannya.
Dari kisah film tersebut, saya
belajar bahwa rasa marah memang boleh ada.
Namun perlu disadari bahwa kita
harus mengelolanya dengan baik, agar tidak mendatangkan label negatif bagi diri
kita. Peran keluarga, teman dan orang
sekitar kita sangat penting dalam mendukung terciptanya hal positif baik bagi
diri kita sendiri maupun sebaliknya.
Saya sangat berterima kasih pada teman-teman dan keluarga yang telah
memberikan aura positif pada permasalahan yang saya hadapi. Sehingga pada akhirnya saya berhasil
menanamkan keyakinan diri bahwa “siapa
yang menanam, maka dia yang akan menuai”.
Artinya, jika ada orang yang menebar fitnah dan berbicara tanpa bukti,
maka orang tersebut yang akan menanggung akibat atas perbuatannya. Biarkan tangan Tuhan yang akan berperan dalam
hal ini. Kita tidak perlu meminta Tuhan
membalas perbuatannya, karena Tuhan tahu pasti apa yang akan diberikan kepada
hambaNYA.